logo

Bupati Madiun Ajak Para Perajin Batik Terus Berinovasi

Rabu, 14 Juni 2023

MADIUN – Terkait usaha kain batik, muara permasalahannya selama ini adalah di sistem penjualan produk terhadap kunsumen baik dalam kota maupun luar daerah. Sebab itu, banyak para perajin kain batik, bagaikan “mati suri”. Lebih lagi, jika usaha kerajinan kain batik yang baru dirintisnya itu sulit mendapatkan order pesanan.

Tak dipungkiri di daerah Kabupaten Madiun itu sendiri. Bahkan permasalahan seperti itu, juga turut dirasakan oleh sebagin para perajin kain batik yang baru muncul di tengah masyarakat. Termasuk juga menerpa pada para perajin batik yang baru merisntisnya, bahkan juga yang sudah lama berkreasi diatas kain berwarna putih itu.

Permalahan terjadi pada penjualan kain batik di daerah Kabupaten Madiun, kita telusuri bersama. Kita luangkan waktu sejenak untuk mendengarkan kelah, keluh, kesah para perajin batik yang baru membuka usahanya maupun yang sudah lama mencanting diatas kain putih.

Namun kendala penjualan kain batik di pasaran itu, ternyata sangat bersebrangan dengan perajin batik yang tergolong baru ‘seumur jagung’ ini. Justru..! Retno, seorang desainer, pencinta seni rupa, pencinta batik serta pemerhati batik Indonesia telah memberanikan diri untuk belajar mencanting di atas kain katun berwarna putih hingga satu bulan lamanya

Retno, seorang ibu muda ini’ saat korona atau Covid-19/2019 lalu atau baru masuk Madiun, justru nekat untuk membuka usaha barunya di sektor ekonomi kreatif yaitu kerajinan kain batik tulis diarea rumah miliknya. Bermodal nekat serta optimis, Retno pun mengusung konsep “Batik Padi Menguning”.

Ikon usaha miliknya itu lahir’, adalah hasil perpaduan antara dirinya sebagai produsen benih padi, ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Nglambangan, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Makanya, Retno lebih mengusung batik tulis bermotif padi, porang, kayu jati, pesilat (kampung pesilat Indonesia) khas Kabupaten Madiun.

Mengawali untuk mengenalkan batik tulis hasil kreasi jemari lentiknya itu, Retno lebih mengexplore kemampuan dirinya yang hobi photo shoot (sesi pemotretan dari jarak jauh) di alam terbuka. Selanjutnya, ia membuat desain kostum yang lagi ngtren di masyarakat. Bahkan hasilnya bisa diterima untuk semua kalangan baik yang sudah sepuh, dewasa maupun remaja.

“Setelah itu, saya memasarkannya ke luar kota dengan cara membuat event fashion show batik. Lalu hasilnya dari event itu, bisa di unggah melalui media sosial (medsos) yang ada saat ini. Alhamdulillah, ternyata responnya dari masyarakat cukup bagus. Tidak dipungkiri dari kalangan melenial, juga sangat menyukai batik tulis hasil kreasi kami yang mengsung warna alam,” tuturnya.

Untuk melestarikan batik tulis Kabupaten Madiun, kata Retno, terutama kepada pihak-pihak terkait dijajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun lebih ‘semangat lagi’ sebagai bapak/ibu angkatnya para perajin ‘agar para perajin batik kita tetap bisa produksi.

Mengingat kemandirian yang di miliki para perajin batik di Kabupaten Madiun, juga sangat terbatas kemampuan maupun ‘ruang gerak’-nya. Sehingga yang lebih mengusung konsep batik tulis ataupun batik cap khas daerah, maka lebih di utamakan dibanding dengan hasil printing dari luar daerah. Keseriusan Pemkab. Madiun terhadap batik asli daerah Kabupaten Madiun, tentunya ini akan menambah semangat kita untuk lebih berkreasi lagi

“Sebab, jika hasil produksi batik asli daerah ini, ‘sirkulasi penjualannya mendapat jaminan dari Pemkab. Madiun? Tentunya, kedepan dapat menekan angka para perajin batik Kabupaten Madiun yang lambat laun “mati suri’ bahkan gulung tikar,” jelasnya.

Lain lagi dengan pengakuan Sugiono, seorang perajin “Batik Tulis Barokah” asal Desa Kenongorejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun ini. Sedikit menceritakan kala Madiun dilanda pandemi Covid-19/2019 lalu? Usaha yang sudah belasan tahun dirintisnya bersama sang istri tercinta serta 20 pekerjanya, juga turut ‘luluh latang’ tidak bisa produksi.

Bahkan puluhan lembar stok kain batik tulis dan cap yang ada di galeri miliknya, sulit untuk dipasarkan/dijual ‘walaupun sudah berbagai cara melakukan promosi. Karena usaha batik terus fakum, ia pun bersama istri akhirnya membuka usaha baru yaitu jualan sayur mayur didepan galeri “Batik Tulis Barokah” miliknya hingga sekarang.

“Jadi kalau tidak ada pesanan atau pembeli batik tulis, ya saya bantu-bantu istri ikut jualan sayur mayur di sini. Tapi alhamdulillah pandemi Covid-19 sudah berakhir, aamiin… Sejak Mei dan Juni 2023 ini, sudah mulai ada pemesan kain batik tulis dan cap beberapa lembar. Pemesannya, itu pun rata-rata yang sudah pernah berbelanja kain batik tulis disini,” ungkapnya.

Bahkan dari hari ke hari, kata Sugiono, dirinya selalu berharap ada pembeli ataupun pemesan batik tulis maupun cap hasil kreasi khas Kabupaten Madiun. Setiap hari, ia selalu membuka galeri batik tempat usahanya dengan harapan ada pembeli yang datang. Sisi lain bahwa batik itu problem yang terbesar, sebenarnya ada satu masalah?

Katakanlah sampai saat ini, masih banyak orang yang tidak bisa membedakan antara printing dan batik tulis ataupun cap, ‘itulah yang fatal’. Mestinya pemerintah itu, harus bijak. Sehingga setiap lembar kain printing itu, ‘katakan lah kain bermotif batik ini? Tapi sebenarnya, itu secara legal tidak bisa dikatakan batik.

“Itu saja, insyaallah karya perajin batik yang sebenarnya ‘bisa diterima oleh masyarakat. Hal itu, bisa dipahami dengan cara pemerintah daerah selalu memberikan pemahaman yaitu melalui edukasi diberbagai kegiatan pihak-pihak terkait,” tuturnya.

Sugiono mengharapkan untuk pengadaan batik yang merupakan seragam sekolah, perkantoran dinas dan sebagainya ‘seyogya dilakukan secara intens oleh pemerintah daerah/Pemda. Sehingga perajin-perajin batik asli yang ada di Kabupaten Madiun ini, terus bisa bekerja. Karena hasil produksinya ini ‘turut dilestarikan oleh pihak sekolah, kantor swasta maupun instansi pemerintahan.

Karena hingga ini, pemahaman masyarakat terhadap batik asli juga dinilai masih minim. Maka dari itulah penjualan batik asli, turut terkendala di pasaran. Apalagi masyarakat kita ini, juga cenderung belanja kain printing bermotif ‘batik? Namun yang sebenarnya motif seperti itu, tidak di katakan ‘batik. Tetapi kain printing.

Bahkan sejak dulu bahwa batik di Indonesia, hanya ada satu jenis yaitu batik tulis saja. Era baru ini, lalu muncul adanya batik cap. Sehingga dua kain motif batik asli ini, spontan tertindas’ oleh kain printing. Namun tren di masyarakat, menyebutnya ‘batik. Itulah kendala sebenarnya yang dirasakan oleh para perajin batik asli baik di Kabupaten Madiun maupun di daerah lain.

Apalagi masyarakat kita ini, juga sebagian masih menggunakan kain printing yang harganya jauh lebih murah dari harga batik cap maupun tulis. Untuk itu, pemerintah daerah segera membuat kebijakan yaitu mengevaluasi sistem pengadaan barang (kain batik). Selain itu, juga turut serta melestarikan batik asli karya perajin-perajin Kabupaten Madiun dengan sebenar-benarnya ‘tidak sekedar pemenuhan kebutuhan suatu event tertentu.

“Tetapi yang dibutuhkan para perajin yang ada di Kabupaten Madiun’ dapat dipastikan, adalah kesinambungan bahwa produk batik asli asal daerah dapat terjual. Sehingga pasca pandemi Covid-19 ini, geliat batik asli di Kabupaten Madiun ‘akan hidup lagi’ hingga tumbuh subur pada sektor bisnis khususnya ekonomi kreatif,” tandasnya.

Menanggapi adanya persepsi bahwa sebagian para perajin batik baik tulis maupun cap yang ada di Kabupaten Madiun, kini “mati suri”? Bupati Madiun H. Ahmad Dawami menegaskan terkait perajin batik ‘nota bene’ seperti itu, tidak ada.

Artinya perajin yang ada di Kabupaten Madiun tetap berkreasi sesuai kebutuhan pasar. “Jadi di Kabupaten Madiun, sebetulnya tidak ada perajin batik yang ‘mati suri’. Tidak ada itu. Bahkan juga tidak semua juga lah,” katanya seusai kegiatan launching aplikasi Si-Pedalrum dan Si-Klunting di Pendopo Muda Graha, Kabupaten Madiun, Senin 12 Juni 2023.

Menurutnya kalau dari sisi pemerintah, itu jendra atau semuanya. Tapi tidak cukup untuk itu. Sebab, mestinya dari sisi person yaitu pengusaha ataupun pengrajinnya juga harus ikut gerak. Sehingga kombinasi antara gerakan dan intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun yaitu dengan gerakan yang apa ya?

Mestinya dari sisi pengusaha ataupun pengrajinnya sendiri sangat dibutuhkan untuk lebih inovatif dengan harapan bisa mencapai terget penjualan. “Jadi seperti itu. Jadi tidak terus ‘mati suri’, tidak? Wong (orang) nyatanya juga ada terus kok. Misalnya acara pameran, juga ikut. Semuanya ada penjualan, disitu,” jelasnya.

Ia menambahkan sebab di Kabupaten Madiun sudah memiliki branding, yaitu kampung pesilat. Sehingga masyarakat akan tahu dengan sendirinya, bahwa batik kita adalah kampung pesilat. Maka dari itulah, pemerintah tetap menggunakan produk lokal ataupun daerah.

“Itu baik, batik tulis maupun cap dari para kreasi batik yang memang terus berusaha dan berinovasi secara mandiri. Terkait pengadaan barang jenis kain batik? Kalau dari sisi pemerintah sendiri, ya hampir sudah pakai batik semua. Bahkan yang di pakai ngantor itu, juga dari produk daerah sendiri yaitu Kabupaten Madiun,” tandas Bupati.*(Adv/al-pressphoto)

Keterangan Foto : Terlihat perajin kain batik tulis maupun cap di Kabupaten Madiun menyelesaikan serta menunjukkan hasil produksinya. Selanjutnya kain batik itu, ditata rapi untuk dijajakan kepada konsumen dengan malalui galeri batik miliknya.    

error: