Jakarta, 19 Juni 2025 — Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamen Ekraf), Irene Umar, melakukan kunjungan ke Acaraki di kawasan Kota Tua Jakarta, Kamis, 19 Juni 2025. Wamen Ekraf melihat bagaimana warisan budaya seperti jamu, batik, dan cokelat Nusantara dikemas secara modern dan kreatif, menjadi bagian dari gaya hidup generasi masa kini.
“Jamu bukan sekadar minuman tradisional—ia adalah identitas budaya yang punya potensi ekonomi luar biasa. Jika dikelola dengan tepat, jamu bisa menjadi the new engine of growth dalam ekosistem ekonomi kreatif kita. Di Acaraki, saya melihat bagaimana inovasi bisa mengangkat citra jamu menjadi sesuatu yang relevan, berkelas, dan disukai anak muda,” ujar Wamen Ekraf.
Wamen Ekraf menambahkan, perlu kolaborasi lintas sektor—antara pelaku usaha, kreator, dan pemerintah, untuk memperkenalkan jamu ke pasar yang lebih luas, terutama generasi muda.
“Kalau ingin jamu jadi bagian dari gaya hidup masa kini, kita tidak bisa kerja sendiri. Harus ada ekosistem kreatif yang saling dukung: dari desain produk, storytelling, sampai distribusi,” jelas Wamen Ekraf.
Menurut Wamen Ekraf, pendekatan holistik yang diterapkan Acaraki dengan menghadirkan kuliner, kriya, dan edukasi budaya dalam satu ruang kreatif, menjadi contoh praktik ekonomi kreatif yang berkelanjutan dan inklusif. Kunjungan ini merupakan bagian dari agenda Kementerian Ekraf dalam memperkuat ekosistem ekonomi kreatif berbasis daerah.
Selain meninjau proses produksi, Irene juga ikut serta dalam aktivitas mewarnai cetakan motif batik—pendekatan edukatif yang menyenangkan dan ramah bagi generasi muda.
Founder Acaraki, Jony Yuwono, menyambut baik kunjungan ini. “Kami percaya bahwa jamu adalah bentuk kearifan lokal yang bisa dibawa ke panggung global. Melalui pendekatan desain, pengalaman, dan edukasi, kami ingin menunjukkan bahwa budaya itu bisa keren, modern, dan punya nilai tambah ekonomi yang tinggi,” ujarnya.
Direktur Kuliner Kementerian Ekonomi Kreatif, Andi Ruswar, yang turut mendampingi kunjungan, menegaskan pentingnya mendorong pelaku usaha untuk terus melakukan inovasi yang berpijak pada budaya.
“Kami melihat Acaraki sebagai contoh konkret bagaimana subsektor kuliner bisa beririsan dengan kriya dan edukasi. Ini bukan hanya soal produk, tapi soal membentuk ekosistem budaya yang hidup dan relevan dengan generasi masa kini,” kata Andi.*(sumber:ekraf.go.id)