PONOROGO – Ponorogo Creative Festival (PCF) kembali digelar untuk keempat kalinya, berlangsung pada 22–24 Mei 2025 dengan mengusung tema Pring Harmonic, yang bermakna “Pring” yang berarti bambu dan “Harmonic” yang mencerminkan keharmonisan. Dengan tema ini, masyarakat diajaj untuk menjaga lingkungan secara bersama-sama dan berkelanjutan, tanpa menambah beban sampah bagi alam.
Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama Kementerian Ekonomi Kreatif (Ekraf), Dessy Ruhati menyatakan bahwa PCF telah berkembang menjadi lebih dari sekadar festival tahunan. Ia menyebut festival ini sebagai ruang perjumpaan antara kreativitas dan tradisi, serta jembatan antara identitas lokal dan peluang global.
“PCF adalah bukti cinta Ponorogo terhadap budayanya dan keberanian untuk membawanya menembus batas dunia. Proses menuju UCCN (The UNESCO Creative Cities Network) bukan hanya soal pengakuan, tetapi keyakinan diri bahwa reog, batik, dan kriya Ponorogo memiliki nilai luhur yang layak dibagikan kepada dunia,” ungkap Dessy.
Kementerian Ekraf, lanjut Dessy, berkomitmen untuk terus mendampingi proses seleksi UCCN dan mendukung penguatan ekosistem ekonomi kreatif Ponorogo, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia, fasilitasi promosi, dan pengembangan produk kreatif yang kompetitif di pasar global.
“Kami tahu bahwa jalan menuju UCCN tidak singkat. Kita percaya bahwa kreativitas Ponorogo hari ini bukan sekadar warisan, tetapi juga perlawanan terhadap stagnasi. Begitu kisah reog mengajarkan kita—bahwa daya cipta, rasa, dan nilai adalah kekuatan sesungguhnya,” jelas dia.
PCF sendiri merupakan acara tahunan yang telah hadir sejak 2021, di mana tahun ini akan ada sebanyak 28 unit para pegiat ekraf dengan banyak berbagai hiasan dari bambu, mulai angklung hingga berbagai kriya lainnya. Akan banyak penampilan di hari kedua, mulai dari workshop, kolaborasi pertunjukan pantomim, serta BPBD & LH dan Komunitas Peduli Lingkungan. Di hari ketiga ada Karnival, Musik Etnik dan Modern, serta Festival Tari Kreasi.
Rangkaian pembukaan festival diawali dengan pemutaran film, pertunjukan wayang oleh dalang cilik Mardi, tari kolosal, serta penampilan ludruk. Dalam sambutannya, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menyampaikan bahwa Pring Harmonic merupakan simbol eratnya hubungan antara manusia dan lingkungan.
“Harmoni bambu adalah perwujudan persaudaraan antara manusia dan alam. Sandiwara yang kami tampilkan hari ini bertajuk Pring Harmonic dan Bahtera Nabi Nuh, diiringi hujan sebagai restu dari alam. Ini adalah pesan bersama untuk merawat lingkungan melalui pendekatan budaya,” ujar Sugiri.
Ponorogo saat ini masuk dalam nominasi Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UNESCO Creative Cities Network/UCCN)untuk kategori _Craft and Folk Art. Bupati Sugiri menegaskan bahwa kekuatan Ponorogo terletak pada kekayaan turunannya dari budaya reog, seperti kriya dan seni tradisi lainnya.
“Kami berharap semoga akhir tahun ini Ponorogo resmi bergabung dalam jejaring kota kreatif dunia,” jelasnya.*(sumber:ekraf.go.id)