Jakarta, 7 Agustus 2025 – Menteri Ekonomi Kreatif (Menteri Ekraf) Teuku Riefky Harsya menerima audiensi Asosiasi Program Studi Desain Komunikasi Visual (Asprodi DKV) untuk membahas penguatan sinergi antara pemerintah dan dunia akademik dalam mendorong hilirisasi karya desain grafis. Menteri Ekraf Teuku Riefky menyoroti pentingnya transformasi karya mahasiswa dari ranah akademik menjadi produk ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual (Intellectual Property/IP) yang berdaya saing global.
“Saya sepakat bahwa karya mahasiswa, khususnya dari kampus-kampus di bawah Asprodi DKV, perlu mendapatkan rekognisi internasional, terus mengikuti perkembangan teknologi, dan didorong untuk hilirisasi. Jangan sampai karya hanya berhenti di atas kertas, yang penting justru bagaimana bisa dimonetisasi. Apalagi sekarang banyak IP dari Indonesia yang mulai punya potensi jadi brand global. Tinggal bagaimana kolaborasi antara DKV dan Kementerian Ekraf bisa makin kuat agar hilirisasi dan monetisasi ini benar-benar terhubung dan berdampak luas,” ujar Menteri Ekraf Teuku Riefky di kantor Kementerian Ekraf, Jakarta, pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Asprodi DKV adalah organisasi nasional yang membawahi 90 program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) di perguruan tinggi Indonesia, dengan total mahasiswa yang dinaunginya mencapai sekitar 25 ribu orang. Organisasi ini berperan strategis dalam penyelarasan standar pendidikan, pengembangan kurikulum, serta menjembatani sinergi antar perguruan tinggi dalam merespons dinamika industri kreatif. Pertemuan ini juga menjadi tindak lanjut dari Konsorsium Perguruan Tinggi Ekonomi Kreatif (KPT-Ekraf) yang didirikan pada Mei 2025 sebagai wadah kolaborasi antar perguruan tinggi untuk memperkuat ekosistem ekonomi kreatif nasional melalui kontribusi akademik.
“Terkait konsorsium ekonomi kreatif, walaupun masih dalam bentuk paguyuban antar PTN dan PTS, semangatnya sudah sejalan untuk bersama-sama mengembangkan industri kreatif, termasuk DKV. Saya juga sepakat bahwa DKV sebenarnya terhubung erat dengan subsektor ekraf lainnya. Tapi untuk bisa lebih fokus dan terarah, kita memang perlu memberi perhatian khusus pada pengembangannya,” jelas Menteri Ekraf Teuku Riefky.
Ketua Umum Asprodi DKV Intan R. Mutiaz menilai konsolidasi antara dunia akademik dan industri semakin penting untuk memastikan bahwa kurikulum, karya, dan riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat memberi kontribusi nyata bagi ekonomi nasional.
“DKV saat ini tidak hanya berkaitan dengan seni visual, tetapi juga mencakup teknologi, budaya, dan bisnis. Harapannya, melalui Konsorsium Ekonomi Kreatif, pendekatan lintas disiplin ini bisa diperkuat agar karya seperti ilustrasi dan IP memiliki nilai jual dan identitas ekonomi, bukan sekadar estetika. Indonesia memiliki posisi strategis dalam industri kreatif berbasis budaya dan ekonomi digital, namun dibutuhkan inovasi berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor untuk memaksimalkannya,” ujar Intan.
Lebih lanjut, Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Kreativitas Dian Permanasari menambahkan bahwa kolaborasi dengan asosiasi seperti Asprodi DKV akan sangat penting dalam penyusunan arah kebijakan subsektor Desain Komunikasi Visual (DKV), yang telah memiliki klasifikasi tersendiri dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
“Desain Komunikasi Visual (DKV) merupakan subsektor ekonomi kreatif dengan kode KBLI yang menjadi kewenangan utama Kementerian Ekraf, tanpa tumpang tindih dengan kementerian lain. Karena itu, kami bertanggung jawab menyusun roadmap pengembangannya dan sangat membutuhkan kolaborasi dengan asosiasi agar selaras dengan kebutuhan pelaku industri,” ujar Staf Ahli Dian.
Pertemuan diakhiri dengan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, dunia akademik, dan industri dalam mempercepat hilirisasi IP dan pengembangan ekosistem DKV nasional.*(sumber:ekraf.go.id)