MADIUN – Bersolek Kota Madiun selama 5 tahun menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Madiun periode 2019-2024 (purna tugas 29 April) lalu, diprediksi menjadi modal besar keberlanjutan kepemimpinan incumbent dalam Pilkada serentak 27 November 2024 nanti.
Meskipun tiga sektor pembangunan Kota Madiun yakni sektor infrastruktur, ekonomi dan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) ini tidak semata menjadi barometer utama bagi masyarakat untuk memilih calon Walikota dan Wakil Walikota periode 2024-2029. Namun tidak menutup kemungkinan, hal itu bisa menjadi penentu kepastian memilih keberlanjutan kepemimpinan incumbent.
Direktur The Republic Institute (TRI), Dr. Sufyanto menyampaikan hasil survei dengan sistem voting behavior (perilaku memilih) di awal Mei 2024 khususnya di Kota Madiun yakni untuk membaca peta calon-calon petonsial kepala daerah sekaligus aspirasi masyarakat di Kota Madiun seperti apa?
TRI telah mendapatkan gambaran, ternyata ada beberapa isu yang menjadi perhatian masyarakat Kota Madiun. Hal itu, tentunya membahas soal bagaimana bisa mendapatkan harga sembako yang terjangkau. Kemudian soal BBM (bahan bakar minyak) juga terjangkau, dan lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Madiun.
Tentunya hal tersebut, kedepan juga akan di agendakan agar menjadi perhatian pemimpin terpilih di Kota Madiun paska Pilkada serentak pada 27 November 2024 mendatang. Tapi dari semua itu, TRI juga menganggap akan ada data bahwa potensi Pilkada di Kota Madiun ini?
“Nampak’nya masyarakat sudah punya gambaran mengerucut khususnya kepada Walikota incumbent. Tadi, kami dapatkan datanya tingkat kekuasaan masyarakat masih tinggi sekitar 87%. Kemudian naik 2% dari riset Desember 2023 lalu,” ujarnya saat gelar rilis hasil ‘Survei Voting Behavior’ bertempat di salahsatu rumah makan di Jalan H. Agus Salim, Kota Madiun, Selasa 14 Mei 2024.
Masyarakat Memilih Incumbent 74,4%
Selain itu, lanjut dia, juga tingkat kepastian ‘apakah mau berubah kepepimpinan atau tidak? Ternyata 75% berharap keberlanjutan kepemimpinan incumbent. Berikutnya TRI juga menanyakan lagi, kira-kira masyarakat memilih incumbent seberapa besar? Ternyata masyarakat Kota Madiun 74,4% masih memilih Walikota incumbent.
Hal itu kenapa, namun saat melihat sebaran? Yaitu khususnya sebaran pemilih partai politik (Parpol) itu sendiri. Ternyata mayoritas itu, sudah diatas 70% Parpol yang memilih incumbent Walikota Madiun. Hal demikian menyimak terkait apa saja program-program yang dijalankan incumbent Walikota Madiun Dr. Maidi selama 5 tahun itu, dapat diterima masyarakat Kota Madiun.
Oleh sebab itu, mungkin pelaksanaan Pilkada Kota Madiun menjadi adem ayem. Namun tinggal seperti apa masyarakat Kota Madiun ini memaknainya? Tapi kalau melihat proses calon Walikota dalam Pilkada 27 November 2024 nanti, ternyata masyarakat Kota Madiun sudah mempunyai pilihan sangat mengerucut.
“Nah, apakah ini ada perubahan atau tidak kedepan ya? Kami, memang punya agenda daerah-daerah yang sudah menjadi perhatian untuk di riset. Nanti per tiga bulanan, tentu akan kami cek lagi ‘apakah ada perubahan atau tidak?,” jelasnya.
Tak Beri Ruang Perubahan Kepemimpinan
Menurutnya kalau melihat kepastian pemilih tadi, masyarakatnya masih tinggi. Artinya tidak memberi ruang pada perubahan kepemimpinan, trennya itu hanya sekitar 13%. Sementara yang berlanjut kepemimpinan incumbent trennya 75%. Tentunya, itu sangat berbeda.
TRI menyimpulkan bahwa Pilkada Kota Madiun akan ditentukan oleh masyarakatnya sendiri, ‘apakah itu perubahan’ atau ‘keberlanjutan kepemimpinan’ incumbent. Karena jika melihat yang mempunyai keinginan kepemimpinan dilanjutkan itu 76%, lalu ada yang memilih berubahan kepemimpinan 13%. Tapi memang setiap daerah, dapat dipastikan seperti itu.
Namun kalau kita lihat trennya di bulan Desember 2023 lalu, itu orang yang belum menentukan pilihan masih 21%. Tahun 2024 ini, yang belum memilih itu tinggal sekitar 10%. Itu artinya semakin mendekati perhelatan pelaksanaan Pilkada Kota Madiun, orang-orang yang belum menentukan itu angkanya semakin kecil.
“Saya kira kalau pun nanti masih ada, bisa jadi dalam Pilkada ‘kedepannya mungkin tidak hadir. Kan belum ada sejarahnya seluruh pemilih 100% hadir dalam proses Pemilu, kan begitu? Pasti ada yang tidak hadir,” katanya.
Ia mengungkapkan di Kota Madiun ini rata-rata saat Pilpres 2024, tingkat kehadirannya sekitar 82%. Itu artinya masih ada sekitar 18% yang tidak hadir. Tidak hadir itu di mana? Apakah pemilih tidak ada? Jawabannya, ‘ada. Karena sudah di verifikasi oleh KPU (komisi pemilihan umum) melalui proses DPT (daftar pemilih tetap) sudah ada.
“Atau bisa jadi saat pemilihan, orangnya berpergian. Mungkin, memang tidak ingin menggunakan hak pilihnya. Toh tidak memilih itu, juga bagian dari kebebasan orang memilih, kan begitu. Bisa juga begitu,” ucapnya.
Modal Bagi Incumbent Untuk Berkompetisi
Saat disinggung gambaran terkait kepuasan kinerja Walikota dan Wakil Walikota Madiun periode 2019-2024 selama 5 tahun. Apakah ini, sudah cukup menjadi modal besar untuk meyakinkan pemilih dalam Pilkada Kota Madiun 27 November 2024 nanti?
Dr. Sufyanto melanjutkan bagi incumbent Walikota dan Wakil Walikota Madiun, memang kepuasan kinerjanya seperti itu. Disamping itu, sebenarnya juga sebagai pertanggungjawaban incumbent terhadap masyarakatnya. Tapi bagi feedback (umpan balik) masyarakat, itu kalau memang tingkat kepuasannya tinggi.
Namun hal itu adalah bentuk ‘apa yang telah diperjuangkan oleh incumbent, sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat. Setiap program dapat dirasakan manfaatnya, maka dimungkinkan akan menjadi modal besar bagi incumbent untuk berkompetisi berikutnya.
“Variabel ini sangat penting, karena kalau misalnya ada beberapa daerah yang lain. Kami tidak bisa sebutkan daerah mana? Misalkan tingkat kepuasannya, itu hanya di angka 50. Itu hitungan kami, sangat sulit untuk bisa menang. Tapi kalau sudah di angka 80, itu juga sangat sulit untuk bisa berubah kepemimpinan,” tegasnya.
Artinya bahwa kepuasan kinerja ini akan berbagi incumbent Maidi dengan Inda Raya?
Ia menegaskan problemnya adalah kalau melihat data, ataupun yang ditangkap oleh masyarakat Kota Madiun yakni bagaimana tingkat kepuasan kinerja. Lalu, kita sandingkan dengan ‘apakah akan ada perubahan kepepimpinan, apa tidak? Namun jika mau berubah kepemimpinan, apa tidak? Khususnya di Walikota, lalu bagaimana elektabilitasnya?
Kecenderungan yang kita dapatkan data ini, adalah kepuasan kinerja selama 5 tahun sebagai kepala daerah Kota Madiun melekat kepada incumbent Walikota-nya. Namun tidak melekat kepada incumbent Wakil Walikota.
“Nah memang seperti itu, realita terjadi di tengah masyarakat Kota Madiun. Itu adalah dari data gambaran, bagaimana masyarakat Kota Madiun akan memaknainya,” tandas Dr. Sufyanto, peneliti utama TRI saat menjelang pelaksanaan Pilkada Kota Madiun 2024.*(al/pressphoto.id)